BAB III
GAMBAR KAWASAN
GAMBAR KAWASAN
|
3.1 Eksisting
Gambar 3.1 Bangunan Eksisting Kawasan Menteng
Keadaan eksisting bangunan tua di kawasan Menteng masih terjaga
dan dirawat sampai saat ini, tidak ada bangunan yang dirubah wajahnya hanya
dilakukan perbaikan saja seperti bentuk semula dan dilakukan pengecatan pada
bagian bangunan yang usang. Bangunan kawasan Menteng yang masih terlihat jelas
masa lalunya dan terawat diantaranya yaitu Masjid Cut Mutia, Gedung Joeang 45,
Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Gereja St. Theresia, dan Gereja GPIB Jemaat
Paulus. Bangunan ini merupakan bangunan bersejarah dimasanya telah dibangun
cukup lama dan masih terlihat seperti mulanya sehingga bangunan ini perlu
dijaga dan dirawat.
|
Gambar 3.2 Bangunan Eksisting Kawasan Menteng
3.2 Langgam
Bangunan-bangunan yang berdiri di kawasan Menteng dibangun pada
masa penjajahan dan kolonialisasai Belanda dan merupakan kawasan yang dijadikan
perumahan bagi pegawai kolonial Belanda sehingga bangunan di kawasan ini
dirancang seelegan dan spesail dengan gaya yang terkenal di masanya yaitu gaya
arsitektural klasik Indis atau Hindia Klasik atau disebut juga “Indo-Eropa”
terdapat campuran budaya eropa dan indonesia.
Arsitektur bangunannya dapat
disebut berkarakter fungsionalis tahun duapuluhan dengan variasi tropis
art-deco dengan jejak-jejak neo-klasik peninggalan abad 19. Adaptasi arsitektur
lokal sangat dipengaruhi oleh iklim tropis. Hal ini tercerminkan melalui
kecenderungan penggunaan ventilasi alamiah dan menghindari cahaya matahari
langsung. Karena hal ini maka dapat dipahami adanya rancangan ruang dengan
langit-langit sangat tinggi, volume para-para atap yang besar, lubang-lubang
ventilasi serta pintu dan jendela ganda. Material tradisional dan keterampilan
lokal juga memberi bekas melalui bentuk atap miring, konstruksi kayu dan ubin
semen berwarna. Ditambah dengan material bangunan yang didatangkan dari luar
negeri, ini menjadikannya khas arsitektur Hindia-Belanda, atau arsitektur
kolonial, atau juga indische
architectuur.
Masjid Cut Mutia
|
Gambar 3.3 Masjid Cut Mutia
Bangunan
masjid ini tidak seperti disain masjid pada umumnya karena memang saat pertama
dibangun fungsi bangunan ini yaitu untuk kantor pada masa pemerintahan Belanda
sehingga tidak ada bentuk kubah dan tidak adanya kaligrafi juga motif-motif
islam pada masjid ini. Memiliki gaya disain arsitektur klasik khas Belanda yang
tidak terlalu menonjolkan ukiran-ukiran klasik yunani dapat dilihat dari tembok
bangunannya yang tidak begitu ramai.
|
Gambar 3.4 Masjid Cut Mutia Tembok
Bangunan ini
sampai sekarang terlihat sama dari gaya arsitekturnya yang dipertahankan hanya
terdapat beberapa tambahan karena fungsinya yang telah berubah dan bangunan
dilakukan pengecatan ulang setiap beberapa tahun sekali.
Gambar 3.5 Masjid Cut Mutia Tampak
Terdapat
penambahan kanopi pada balkon dilantai atas untuk mencegah panas matahari dan
tampias hujan. Penambahan material batu kali yang dicat hitam pada dinding
bagian bawah bangunan untuk memunculkan kesan kokoh pada bangunan.
Gambar 3.6 Material Batu Kali
Penggunaan
kaca patri pada jendela yang sangat mmencirikan bangunan klasik di masanya juga
terdapat penambahan coakan kayu pada bingkai jendela yang mencirikan bangunan
islam.
Gambar 3.7 Material Kaca Patri
|
Gambar 3.8 Ukiran Islam Pada Bingkai Jendela
Gedung Joang 45
|
Gambar 3.9 Gedung Joang 45
Merupakan
bangunan museum yang fungsi mulanya pada saat pertama dibangun ialah hotel,
yang dikelola oleh seorang berkebangsaan Belanda. Hotel
tersebut saat itu termasuk yang cukup baik dan terkenal di kawasan pinggiran Selatan Batavia, dengan bangunan
utama yang berdiri megah di tengah dan diapit deretan bangunan kamar-kamar
penginapan di sisi kiri dan kanannya untuk menginap para tamu.
Gambar 3.10 Ruang yang Dulunya Kamar Hotel
Bangunan ini
bergaya klasik Belanda yang dicampur dengan budaya etnik Batavia, bisa dilihat
dari penggunaan reiling dengan ornament, lisplang, juga penopang atap yang
menempel pada tiang.
|
Gambar 3.11 Jendela dan Pintu
Pengunaan
jendela kotak-kotak dengan teralis bunga didalamnya dan pintu kayu klasik yang
tinggi dengan lubang-lubang ventilasi disisi daun pintunya.
Gambar 3.12 Tiang Kolom dan Tiang Penopang
Bentuk
ornament melengkung yang merupakan unsure dari budaya Batavia terlihat pada
tiang penopang atap. Penggunaan tiang tinggi kolom klasik yang merupakan symbol
kekokohan dan kemegahan bangunan klasik.
Museum Perumusan Naskah Proklamasi
|
Gambar 3.13 Museum Perumusan Naskah
Proklamasi
Gedung ini didirikan sekitar tahun 1920 dengan
arsitektur Eropa (Art Deco), dengan luas tanah 3.914 meter persegi dan luas
bangunan 1.138 meter persegi. Pada tahun 1931, pemiliknya atas nama PT Asuransi
Jiwasraya. Ketika pecah Perang Pasifik, gedung ini dipakai British Consul
General sampai Jepang menduduki Indonesia.
|
Gambar 3.14 Tampak Perspektif Museum
Proklamasi
Bangunan yang dulunya merupakan rumah kediaman
laksamana Maeda ini terlihat besar dengan sedikit ornament klasik bahkan hampir
tidak ada. Bangunan ini banyak menggunakan jendela tunggal panjang dengan pola
kotak-kotak dengan kusen dicat kuning muda. Penggunaan bentuk atap trapezium
untuk menambah kesan megah.
Gambar 3.15 Tampak Depan Museum Proklamasi
Gereja St. Theresia
|
Gambar 3.16 Gereja St. Theresia Awal Mula
|
Pada
tahun 1930 kota Jakarta (Batavia) diperluas dengan mengembangkan kawasan
Menteng dan Gondangdia. Umat Katolik yang mendiami kedua kawasan tersebut harus
berjalan kaki cukup jauh bila akan mengikuti misa di gereja Katedral. Pengurus
Gereja Katedral lalu mencari lahan sampai akhirnya ditemukan sebidang tanah di
Jl. Soendaweg (sekarang Jl. Gereja Theresia) untuk dibangun gereja.
Gambar 3.17 Gereja St. Theresia Saat Ini
Gereja
Theresia mempunyai 3 pintu, diatas setiap pintu terdapat jendela besar. Jendela
besar diatas pintu utama menggambarkan St.Theresia, sedang yang diataspintu
samping menggambarkan St.Ignatius de Loyola (pendiri Serikat Jesus) dan St.
Fransiscus Xaverius (pelindung Misi). Dibelakang altar pun terdapat jendela
yang ukurannya lebih kecil dari jendela-jendela yang disebutkan diatas,
jendela-jendela ini berjumlah 13 dimana yang ditengah menggambarkan Yesus dan
kanan kirinya menggambarkan keduabelas Rasul.
Gereja GPIB Jemaat Paulus
Gambar 3.18 Gereja GPIB Jemaat Paulus
Bangunan
gereja ini menggunakan material atap sirap dengan bentuk atap trapezium.
Merupakan bangunan tua yang telah direnovasi seperti bangunan semula agar nilai
historisnya tetap terjaga dan tidak hilang.
|
Gambar 3.19 Menara Gereja GPIB Jemaat Paulus