Hukum Perburuhan
Undang-Undang Perburuhan
( Bidang Hubungan Kerja ) :
- No.12 Th 1948
Ttg Kriteria status dan perlindungan buruh - No.12 Th 1964, ttg PHK
Hukum Perburuhan
- Kata ‘perburuhan’ sendiri adalah suatu kejadian dimana seseorang , biasanya disebut buruh, bekerja pada orang laian, biasanya disebut majikan, dengan menerima upah dengan sekaligus mengenyampingkan persoalan antara pekerjaan bebas dan pekerjaan yang dilakukan dibawah pimpinan (bekerja pada) orang lain, dan mengenyampingkan pula persoalan antara pekerjaan dan pekerja.
- Tenaga Kerja/Pekerja : orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik dalam hubungan kerja maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang/jasa dan tidak ada diskriminasi.
Pekerja dan waktu kerjanya
Penggolongan Usia Tenaga kerja :
- Anak-anak = ,14 th
- Orang muda = 14 – 18 tahun
Waktu kerja :
- Siang= 06.00 – 18.00, malam=18.00-06.00
- 1 minggu – 6 hari kerja. Untuk waktu kerja tambahan (extra time/lembur) pekerja berhak meminta upah tambahan.
- Buruh bekerja tidak boleh lebih dari 7 jam dalam 1hari,
- Buruh bekerja tidak boleh lebih dari 40 jam seminggu.
- Setelah bekerja 4 jam terus-menerus, harus ada istirahat dan jam istirahat tidak dianggap jam kerja. Dalam tiap minggu sesedikitnya ada 1 hari istirahat.
- Waktu kerja lembur tidak diperbolehkan lebih dari 54 jam. Apabila pekerjaan tersebut membahayakan badan maka tidak diperbolehkan.
Pekerja dan waktu kerjanya
- Cuti adalah 2 minggu (12 hari kerja) tiap tahun, karena telah bekerja 11 bulan berturut-turut.
- Tiap 6 tahun ada cuti panjang selama 3 bulan.
- Buruh perempuan, pada 1dan 2 hari haid berhak istirahat.
- Cuti sedikitnya 1 ― bulan sebelum melahirkan dan atau 1 ― bulan sesudah melahirkan. Apabila keguguran, diperpanjang selama-lamanya tiga bulan demi kesehatan.
- Selama waktu kerja diperbolehkan mengambil waktu untuk mengasuh bayi.
- Tempat kerja dan perumahan pekerja yang disediakan majikan harus memenuhi syarat.
- Selama cuti tahunan, buruh tetap dapat upah.
Pekerja dan waktu kerjanya
Penggolongan Usia Tenaga kerja :
- Anak-anak = ,14 th
- Orang muda = 14 – 18 tahun
- Anak-anak tidak diperbolehkan untuk bekerja.
- Orang muda + wanita tidak diperbolehkan bekerja pada malam hari, kecuali pekerjaan yang tidak bisa dihindarkan untuk kesejahteraan umum.
- Orang muda + wanita juga tidak diperbolehkan bekerja didalam tambang,lubang, dalam tanah untuk mengambil logam dan sebagainya.
- Orang muda + wanita juga tidak diperbolehkan bekerja yang berbahaya, demikian pula pada tempat/pekerjaan yang membahayakan kesusilaan.
P H K
- Apabila terjadi PHK sesuai ketentuan maka buruh berhak mendapat upah penggantian/pesangon.
- PHK di perusahaan swasta, prinsipnya harus lewat P4D / Pusat (Panitia Penyelesaian Perselisihan-perselisihan Perburuhan Daerah/Pusat)
- Namun perusahaan harus mengusahakan agar tidak terjadi PHK.
- PHK dilarang dalam 2 hal :
- Selama buruh sakit, selama 12 bulan berturut-turut dengan keterangan dokter.
- Selama menunaikan tugas negara. Dan tidak boleh di PHK karena alasan gender dan SARA
- Olehkarena itu buruh sebaiknya bergabung dalam serikat pekeja agar aspirasinya bisa tersalurkan.
- Upaya penyelesian masalah dengan PHK, diberikan karena buruh melanggar hukum atau merugikan perusahaan.
PHK
PHK dengan tanpa pesangon:
- Pencurian / penggelapan
- Penganiayaan teman sekerja, majikan, keluarga majikan.
- Merusak/ceroboh terhadap perusahaan
- Memberi keterangan palsu
- Mabuk ditempat kerja
- Menghina secara kasar, mengancam teman sekerja, majikan, keluarga majikan.
- Membongkar rahasia perusahaan / rumahtangga perusahaan.
PHK dengan pesangon
- Menolak perintah yang layak.
- Melalaikan kewajiban secara serampangan.
PHK
- Pemecatan dalam 3 bulan :
- Masa percobaan tidak lebih dari 3 bulan. Dalam masa itu jika dilakukan PHK maka tidak ada pesangon.
- Bila tidak ada pemberitahuan masih dalam masa percobaan lalu dipecat maka pekerja berhak mendapat pesangon seperti biasa.
- Berdasarkan UU No. 9 Th. 1964. _ uang pesangon maksimal 4 bulan upah.
- Masa kerja <1 tahun dapat satu bulan upah. Satu tahun pas dapat 2 bulan upah. Selanjutnya juga dapat jasa produksi maksimal 5 bulan upah.
- Untuk masa kerja >5 th<10 th sebesar 1 bulan upah, maksimal 5 bulan upah.
Karyawan outsourcing menandatandatangani perjanjian kerja dengan perusahaan outsourcing sebagai dasar hubungan ketenagakerjaannya. Dalam perjanjian kerja tersebut disebutkan bahwa karyawan ditempatkan dan bekerja di perusahaan pengguna outsourcing.
Dari hubungan kerja ini timbul suatu permasalahan hukum, karyawan outsourcing dalam penempatannya pada perusahaan pengguna outsourcing harus tunduk pada peraturan perusahaan (PP) atau perjanjian kerja bersama (PKB) yang berlaku pada perusahaan pengguna oustourcing tersebut, sementara secara hukum tidak ada hubungan kerja antara keduanya.
Hal yang mendasari mengapa karyawan outsourcing harus tunduk pada peraturan perusahaan pemberi kerja adalah karyawan tersebut bekerja di tempat atau lokasi perusahaan pemberi kerja.
Kemudian standard operational procedures (SOP) atau aturan kerja perusahaan pemberi kerja harus dilaksanakan oleh karyawan, dan semua hal itu tercantum dalam peraturan perusahaan pemberi kerja.
Terakhir, bukti tunduknya karyawan adalah pada memorandum of understanding (MoU) antara perusahaan outsource dengan perusahaan pemberi kerja, dalam hal yang menyangkut norma-norma kerja, waktu kerja, dan aturan kerja. Untuk benefit dan tunjangan biasanya menginduk perusahaan outsource.
Dalam hal terjadi pelanggaran yang dilakukan pekerja, dalam hal ini tidak ada kewenangan dari perusahaan pengguna jasa pekerja untuk melakukan penyelesaian sengketa, karena antara perusahaan pengguna jasa pekerja dengan karyawan outsource secara hukum tidak memunyai hubungan kerja, sehingga yang berwenang untuk menyelesaikan perselisihan tersebut adalah perusahaan penyedia jasa pekerja, walaupun peraturan yang dilanggar adalah peraturan perusahaan pengguna jasa pekerja.
Peraturan perusahaan berisi tentang hak dan kewajiban antara perusahaan dengan karyawan outsourcing. Hak dan kewajiban menggambarkan suatu hubungan hukum antara pekerja dan perusahaan, yang kedua pihak tersebut sama-sama terikat perjanjian kerja yang disepakati bersama.
Sedangkan hubungan hukum yang ada adalah antara perusahaan outsourcing dengan perusahaan pengguna jasa, berupa perjanjian penyediaan pekerja. Perusahaan pengguna jasa pekerja dengan karyawan tidak memiliki hubungan kerja secara langsung, baik dalam bentuk perjanjian kerja waktu tertentu maupun perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
Apabila ditinjau dari terminologi hakikat pelaksanaan peraturan perusahaan, maka peraturan perusahaan dari perusahaan pengguna jasa tidak dapat diterapkan untuk karyawan outsourcing karena tidak adanya hubungan kerja.
Hubungan kerja yang terjadi adalah hubungan kerja antara karyawan outsourcing dengan perusahaan outsourcing, sehingga seharusnya karyawan outsourcing menggunakan peraturan perusahaan outsourcing, bukan peraturan perusahaan pengguna jasa pekerja.
Karyawan outsourcing yang ditempatkan di perusahaan pengguna outsourcing tentunya secara aturan kerja dan disiplin kerja harus mengikuti ketentuan yang berlaku pada perusahaan pengguna outsourcing.
Dalam perjanjian kerja sama harus jelas di awal, tentang ketentuan apa saja yang harus ditaati oleh karyawan outsourcing selama ditempatkan pada perusahaan pengguna outsourcing. Hal-hal yang tercantum dalam peraturan perusahaan pengguna outsourcing sebaiknya tidak diasumsikan untuk dilaksanakan secara total oleh karyawan outsourcing.
Memilih perusahaan outsourcing yang tepat sangatlah penting, untuk itu, menurut Novita Ekaningsih, kepala SDM sebuah perusahaan farmasi Prancis yang berlokasi di Jakarta, karyawan harus teliti dalam memilih. Ada beberapa hal yang bisa masuk ke dalam pertimbangan, yang pertama adalah pengalaman perusahaan outsourcing itu sendiri serta banyaknya karyawan yang menggunakan jasa perusahaan tersebut.
Hak dan kewajiban pengusaha / perusahaan
1) Pasal 50 UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan : Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha danpekerja/buruh.
Bahwa pengertian istilah "Hubungan kerja" merunjuk pada hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
Terkait dengan 3 unsur dalam hubungan kerja diatas (pekerjaan, upah dan perintah), tentunya sebagai pemberi kerja/ pengusaha, Anda dapat memberikan perintah kerja kepada karyawan/ pekerja Anda. Dalam konteks dunia kerja, perintah sudah menjadi bagian keseharian dalam proses kerja sekaligus menjadi jaminan keberlangsungan usaha perusahaan. Dalam budaya kerja, perintah dapat dimanifestasikan dalam bentuk instruksi, petunjuk, dan pedoman.
Berdasarkan konteks di atas, jelas dan tegas, perintah kerja merupakan unsur utama dalam hubungan kerja. Tanpa adanya perintah kerja, tentunya tidak ada pekerjaan dan tidak ada upah yang harus dibayarkan. Terhadap pembangkangan perintah kerja, Hukum ketenagakerjaan melindungi kepentingan pengusaha. Hal ini dapat dilihat dalam pasal-pasal Hukum Ketenagakerjaan sebagai berikut :
Pasal 95 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 : Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda.
Artinya, bilamana atas pembangkangan tersebut tenyata Perusahaan dirugikan maka Pengusaha dapat menerapkan denda pengganti kepada si pekerja yang bersangkutan.
Pasal 158 UU No. 13 Tahun 2003 :
(1) Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasanpekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut :
a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milikperusahaan;
b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/ataumengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja ataupengusaha di lingkungan kerja;
f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
g. dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
h. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
i. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau
j. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidanapenjara 5 (lima) tahun atau lebih.
(2) Kesalahan berat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus didukung dengan bukti sebagai berikut :
a. pekerja/buruh tertangkap tangan;
b. ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau
c. bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang diperusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
(3) Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat memperoleh uang penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4).
(4) Bagi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang tugas dan fungsinyatidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
2) Pasal 18 KEPMENAKER NO. 150/MEN/2000 tentang PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG PENGHARGAAN MASA KERJA DAN GANTI KERUGIAN DI PERUSAHAAN menyatakan :
(1). Ijin pemutusan hubungan kerja dapat diberikan karena pekerja melakukan kesalahan berat sebagai berikut:
a. penipuan, pencurian dan penggelapan barang/uang milik pengusaha atau milik teman sekerja atau milik teman pengusaha;
b. atau memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan pengusaha atau kepentingan Negara; atau
c. mabok, minum-minuman keras yang memabokkan, madat, memakai obat bius atau menyalahgunakan obat-obatan terlarang atau obat-obatan perangsang lainnya yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan, di tempat kerja, dan di tempat-tempat yang ditetapkan perusahaan; atau
d. melakukan perbuatan asusila atau melakukan perjudian di tempal kerja; atau
e. menyerang, mengintimidasi atau menipu pengusaha atau teman sekerja dan memperdagangkan barang terlarang baik dalam lingkungan perusahaan maupun diluar lingkungan perusahaan; atau
f. menganiaya, mengancam secara physik atau mental, menghina secara kasar pengusaha atau keluarga pengusaha atau teman sekerja; atau
g. membujuk pengusaha atau teman sekerja untuk melakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau kesusilaan serta peraturan perundangan yang berlaku; atau
h. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan atau mencemarkan nama baik pengusaha dan atau keluarga pengusaha yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara; dan
i. hal-hal yang diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama.
(2). Pengusaha dalam memutuskan hubungan kerja pekerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus menyertakan bukti yang ada dalam permohonan ijin pemutusan hubungan kerja.
(3). Terhadap kesalahan pekerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan tindakan skorsing sebelum izin pemutusan hubungan kerja diberikan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat.
(4). Pekerja yang diputuskan hubungan kerjanya karena melakukan kesalahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berhak atas uang pesangon tetapi berhak atas uang penghargaan masa kerja apabila masa kerjanya telah memenuhi syarat untuk mendapatkan uang penghargaan masa kerja dan uang ganti kerugian
(5). Pekerja yang melakukan kesalahan di luar kesalahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diputuskan hubungan kerjanya dengan mendapat uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian.
(6). Dalam hal terjadi pemutusan hubungan Kerja karena alasan pekerja melakukan kesalahan berat tetapi pengusaha tidak mengajukan permohonan ijin pemutusanhubungan kerja, maka sebelum ada putusan Panitia Daerah atau Panitia Pusat upah pekerja selama proses dibayar 100% (seratus perseratus).
Berdasarkan ketentuan di atas, terkait dengan kerugian perusahaan akibat pembangkangan pekerja terhadap perintah kerja, tentunya hal tersebut dapat dikategorikan pelanggaran ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf (b) yang artinya berdasakan Pasal 18 ayat (4), Anda sebagai Pengusaha dapat mem- PHK-kan si pekerja tanpa pesangon.
3) Sesungguhnya setiap perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain, mewajibkan bagi si pelanggarnya untuk memberikan ganti rugi. Pemberian ganti kerugian ini tidak terbatas pada tanggungjawab atas perbuatannya sendiri tetapi juga mencakup pada kesalahan orang lain yang berada dibawah pengawasannya. Hal ini sebagaimana dimaksud Pasal 1367 KUHPerdata yang menyatakan, "Seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya".
Dalam hal pekerja, ternyata atas pekerjaannya telah mengakibatkan kerugian bagi orang lain, tidak tertutup kemungkinan, Anda sebagai pengusaha yang menanggung dan yang secara hukum mengawasi pekerjaan dari si pekerja, harus menanggung kerugian atas kelalaian/ kesalahan si pekerja tersebut. Namun demikian, tanggung jawab si Pengusaha atas kesalahan/ kelalaian pekerja ada batasannya secara hukum yakni bilamana Anda sebagai pengusaha dapat membuktikan bahwasanya tidak dapat mencegah perbuatan itu. Hal ini sebagaimana dimaksud dan di atur alinea terakhir Pasal 1367 KUHPerdata :
"Tanggung jawab yang disebutkan di atas berakhir, jika orangtua, guru sekolah atau kepala tukang itu membuktikan bahwa mereka masingmasing tidak dapat mencegah perbuatan itu atas mana mereka seharusnya bertanggung jawab."
Artinya, dalam hal jika terjadi tuntutan ganti rugi dari pihak ketiga, Anda sebagai pengusaha harus membuktikan bahwasanya Anda telah menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan pekerjaan dimaksud.
Karyawan outsourcing menandatandatangani perjanjian kerja dengan perusahaan outsourcing sebagai dasar hubungan ketenagakerjaannya. Dalam perjanjian kerja tersebut disebutkan bahwa karyawan ditempatkan dan bekerja di perusahaan pengguna outsourcing.
Dari hubungan kerja ini timbul suatu permasalahan hukum, karyawan outsourcing dalam penempatannya pada perusahaan pengguna outsourcing harus tunduk pada peraturan perusahaan (PP) atau perjanjian kerja bersama (PKB) yang berlaku pada perusahaan pengguna oustourcing tersebut, sementara secara hukum tidak ada hubungan kerja antara keduanya.
Hal yang mendasari mengapa karyawan outsourcing harus tunduk pada peraturan perusahaan pemberi kerja adalah karyawan tersebut bekerja di tempat atau lokasi perusahaan pemberi kerja.
Kemudian standard operational procedures (SOP) atau aturan kerja perusahaan pemberi kerja harus dilaksanakan oleh karyawan, dan semua hal itu tercantum dalam peraturan perusahaan pemberi kerja.
Terakhir, bukti tunduknya karyawan adalah pada memorandum of understanding (MoU) antara perusahaan outsource dengan perusahaan pemberi kerja, dalam hal yang menyangkut norma-norma kerja, waktu kerja, dan aturan kerja. Untuk benefit dan tunjangan biasanya menginduk perusahaan outsource.
Dalam hal terjadi pelanggaran yang dilakukan pekerja, dalam hal ini tidak ada kewenangan dari perusahaan pengguna jasa pekerja untuk melakukan penyelesaian sengketa, karena antara perusahaan pengguna jasa pekerja dengan karyawan outsource secara hukum tidak memunyai hubungan kerja, sehingga yang berwenang untuk menyelesaikan perselisihan tersebut adalah perusahaan penyedia jasa pekerja, walaupun peraturan yang dilanggar adalah peraturan perusahaan pengguna jasa pekerja.
Peraturan perusahaan berisi tentang hak dan kewajiban antara perusahaan dengan karyawan outsourcing. Hak dan kewajiban menggambarkan suatu hubungan hukum antara pekerja dan perusahaan, yang kedua pihak tersebut sama-sama terikat perjanjian kerja yang disepakati bersama.
Sedangkan hubungan hukum yang ada adalah antara perusahaan outsourcing dengan perusahaan pengguna jasa, berupa perjanjian penyediaan pekerja. Perusahaan pengguna jasa pekerja dengan karyawan tidak memiliki hubungan kerja secara langsung, baik dalam bentuk perjanjian kerja waktu tertentu maupun perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
Apabila ditinjau dari terminologi hakikat pelaksanaan peraturan perusahaan, maka peraturan perusahaan dari perusahaan pengguna jasa tidak dapat diterapkan untuk karyawan outsourcing karena tidak adanya hubungan kerja.
Hubungan kerja yang terjadi adalah hubungan kerja antara karyawan outsourcing dengan perusahaan outsourcing, sehingga seharusnya karyawan outsourcing menggunakan peraturan perusahaan outsourcing, bukan peraturan perusahaan pengguna jasa pekerja.
Karyawan outsourcing yang ditempatkan di perusahaan pengguna outsourcing tentunya secara aturan kerja dan disiplin kerja harus mengikuti ketentuan yang berlaku pada perusahaan pengguna outsourcing.
Dalam perjanjian kerja sama harus jelas di awal, tentang ketentuan apa saja yang harus ditaati oleh karyawan outsourcing selama ditempatkan pada perusahaan pengguna outsourcing. Hal-hal yang tercantum dalam peraturan perusahaan pengguna outsourcing sebaiknya tidak diasumsikan untuk dilaksanakan secara total oleh karyawan outsourcing.
Memilih perusahaan outsourcing yang tepat sangatlah penting, untuk itu, menurut Novita Ekaningsih, kepala SDM sebuah perusahaan farmasi Prancis yang berlokasi di Jakarta, karyawan harus teliti dalam memilih. Ada beberapa hal yang bisa masuk ke dalam pertimbangan, yang pertama adalah pengalaman perusahaan outsourcing itu sendiri serta banyaknya karyawan yang menggunakan jasa perusahaan tersebut.
Hak dan kewajiban pengusaha / perusahaan
1) Pasal 50 UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan : Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha danpekerja/buruh.
Bahwa pengertian istilah "Hubungan kerja" merunjuk pada hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
Terkait dengan 3 unsur dalam hubungan kerja diatas (pekerjaan, upah dan perintah), tentunya sebagai pemberi kerja/ pengusaha, Anda dapat memberikan perintah kerja kepada karyawan/ pekerja Anda. Dalam konteks dunia kerja, perintah sudah menjadi bagian keseharian dalam proses kerja sekaligus menjadi jaminan keberlangsungan usaha perusahaan. Dalam budaya kerja, perintah dapat dimanifestasikan dalam bentuk instruksi, petunjuk, dan pedoman.
Berdasarkan konteks di atas, jelas dan tegas, perintah kerja merupakan unsur utama dalam hubungan kerja. Tanpa adanya perintah kerja, tentunya tidak ada pekerjaan dan tidak ada upah yang harus dibayarkan. Terhadap pembangkangan perintah kerja, Hukum ketenagakerjaan melindungi kepentingan pengusaha. Hal ini dapat dilihat dalam pasal-pasal Hukum Ketenagakerjaan sebagai berikut :
Pasal 95 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 : Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda.
Artinya, bilamana atas pembangkangan tersebut tenyata Perusahaan dirugikan maka Pengusaha dapat menerapkan denda pengganti kepada si pekerja yang bersangkutan.
Pasal 158 UU No. 13 Tahun 2003 :
(1) Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasanpekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut :
a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milikperusahaan;
b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/ataumengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja ataupengusaha di lingkungan kerja;
f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
g. dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
h. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
i. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau
j. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidanapenjara 5 (lima) tahun atau lebih.
(2) Kesalahan berat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus didukung dengan bukti sebagai berikut :
a. pekerja/buruh tertangkap tangan;
b. ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau
c. bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang diperusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
(3) Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat memperoleh uang penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4).
(4) Bagi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang tugas dan fungsinyatidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
2) Pasal 18 KEPMENAKER NO. 150/MEN/2000 tentang PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG PENGHARGAAN MASA KERJA DAN GANTI KERUGIAN DI PERUSAHAAN menyatakan :
(1). Ijin pemutusan hubungan kerja dapat diberikan karena pekerja melakukan kesalahan berat sebagai berikut:
a. penipuan, pencurian dan penggelapan barang/uang milik pengusaha atau milik teman sekerja atau milik teman pengusaha;
b. atau memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan pengusaha atau kepentingan Negara; atau
c. mabok, minum-minuman keras yang memabokkan, madat, memakai obat bius atau menyalahgunakan obat-obatan terlarang atau obat-obatan perangsang lainnya yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan, di tempat kerja, dan di tempat-tempat yang ditetapkan perusahaan; atau
d. melakukan perbuatan asusila atau melakukan perjudian di tempal kerja; atau
e. menyerang, mengintimidasi atau menipu pengusaha atau teman sekerja dan memperdagangkan barang terlarang baik dalam lingkungan perusahaan maupun diluar lingkungan perusahaan; atau
f. menganiaya, mengancam secara physik atau mental, menghina secara kasar pengusaha atau keluarga pengusaha atau teman sekerja; atau
g. membujuk pengusaha atau teman sekerja untuk melakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau kesusilaan serta peraturan perundangan yang berlaku; atau
h. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan atau mencemarkan nama baik pengusaha dan atau keluarga pengusaha yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara; dan
i. hal-hal yang diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama.
(2). Pengusaha dalam memutuskan hubungan kerja pekerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus menyertakan bukti yang ada dalam permohonan ijin pemutusan hubungan kerja.
(3). Terhadap kesalahan pekerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan tindakan skorsing sebelum izin pemutusan hubungan kerja diberikan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat.
(4). Pekerja yang diputuskan hubungan kerjanya karena melakukan kesalahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berhak atas uang pesangon tetapi berhak atas uang penghargaan masa kerja apabila masa kerjanya telah memenuhi syarat untuk mendapatkan uang penghargaan masa kerja dan uang ganti kerugian
(5). Pekerja yang melakukan kesalahan di luar kesalahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diputuskan hubungan kerjanya dengan mendapat uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian.
(6). Dalam hal terjadi pemutusan hubungan Kerja karena alasan pekerja melakukan kesalahan berat tetapi pengusaha tidak mengajukan permohonan ijin pemutusanhubungan kerja, maka sebelum ada putusan Panitia Daerah atau Panitia Pusat upah pekerja selama proses dibayar 100% (seratus perseratus).
Berdasarkan ketentuan di atas, terkait dengan kerugian perusahaan akibat pembangkangan pekerja terhadap perintah kerja, tentunya hal tersebut dapat dikategorikan pelanggaran ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf (b) yang artinya berdasakan Pasal 18 ayat (4), Anda sebagai Pengusaha dapat mem- PHK-kan si pekerja tanpa pesangon.
3) Sesungguhnya setiap perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain, mewajibkan bagi si pelanggarnya untuk memberikan ganti rugi. Pemberian ganti kerugian ini tidak terbatas pada tanggungjawab atas perbuatannya sendiri tetapi juga mencakup pada kesalahan orang lain yang berada dibawah pengawasannya. Hal ini sebagaimana dimaksud Pasal 1367 KUHPerdata yang menyatakan, "Seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya".
Dalam hal pekerja, ternyata atas pekerjaannya telah mengakibatkan kerugian bagi orang lain, tidak tertutup kemungkinan, Anda sebagai pengusaha yang menanggung dan yang secara hukum mengawasi pekerjaan dari si pekerja, harus menanggung kerugian atas kelalaian/ kesalahan si pekerja tersebut. Namun demikian, tanggung jawab si Pengusaha atas kesalahan/ kelalaian pekerja ada batasannya secara hukum yakni bilamana Anda sebagai pengusaha dapat membuktikan bahwasanya tidak dapat mencegah perbuatan itu. Hal ini sebagaimana dimaksud dan di atur alinea terakhir Pasal 1367 KUHPerdata :
"Tanggung jawab yang disebutkan di atas berakhir, jika orangtua, guru sekolah atau kepala tukang itu membuktikan bahwa mereka masingmasing tidak dapat mencegah perbuatan itu atas mana mereka seharusnya bertanggung jawab."
Artinya, dalam hal jika terjadi tuntutan ganti rugi dari pihak ketiga, Anda sebagai pengusaha harus membuktikan bahwasanya Anda telah menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan pekerjaan dimaksud.